Sabtu, 04 Februari 2012

Dongeng Gunung Tidar

Kota Magelang, Jawa Tengah terkenal dengan kota tentara karena ada Akademi Militer di kota ini. Makanan khas kota Magelang adalah gethuk. Kota ini mempunyai gunung yang tidak begitu besar, namanya gunung Tidar. Gunung Tidar dipercaya menjadi paku Pulau Jawa. Nama Tidar mungkin menjadi identitas Magelang karena RSU di kota ini namanya juga RSU Tidar. Salah satu universitas swasta di kota ini namanya juga Universitas Tidar Magelang. Bagaimana asal usul orang orang menyebut gunung itu gunung Tidar? Bab ini yang bakal penulis ceritakan di tulisan ini. Tapi sebelumnya penulis mengingatkan bahwa ini hanya sekedar dongeng saja, jadi boleh dipercaya ataupun tidak. Dulu di tanah Jawa masih berdiri kraton Mataram di wilayah Yogyakarta. Raja yang pertama bernama Kanjeng Panembahan Senopati di Alaga yang sewaktu masih muda bernama Danang Sutowijaya. Tidak lama setelah kraton Mataram berdiri, di wilayah utara dan barat Mataram sedang terjadi kerusuhan. Kerusuhan yang terjadi di wilayah itu tidak lain dan tidak bukan adalah perang prajurit dan anak buah mungsuh Mataram yang dipimpin oleh Pendekar Alap Alap. Pendekar yang satu ini memang sakti maka banyak prajurit kerajaan gugur di medan perang. Kanjeng Panembahan Senopati terus memanggil tetua, para komandan prajurit dan para sujana sarjana yang megerti caranya menyirnakan kerusuhan tadi. "Para leluhur kepercayaan kerajaan, saya ingin tau bagaimana cara agar prajurit Mataram dapat menyirnakan musuh yang dipimpin oleh Pendekar Alap Alap itu?" kata Kanjeng Panembahan Senopati. "Kanjeng Panembahan Senopati, sudah berbagai cara, jimat jimat, gelar perang yang saya gunakan untuk menyirnakan mungsuh sakti kerajaan. Tetapi tidak ada hasil," kata Komandan prajurit. "Hah... kalau begitu harus saya pribadi yang memimpin maju perang," kata Kanjeng Panembahan Senopati sambil berdiri dari tempat duduknya. Belum sampai melangkah, Ki Patih sudah menghentikan Kanjeng Panembahan Senopati sambil bicara, "masih banyak Komandan Prajurit yang kumisnya sekepal-kepal yang sanggup melakukan tugas menumpas musuh kerajaan. Bolehkan saya untuk menjadi utusan Paduka sebagai komandan prajurit yang terpilih untuk memimpin perang. Mendengar kata Ki Patih, Kanjeng Panembahan Senopati merasa terharu. Dia lalu memutuskan memilih Komandan baru bernama Suro Panggah untuk menyirnakan Pendekar Alap Alap beserta semua prajuritnya yang membuat tidak nyamannya kerajaan. Hari berikutnya semua prajurit dipimpin Senopati Suro Panggah berangkat ke tempat kerusuhan terjadi. Pendekar Alap Alap beserta prajuritnya ternyata sudah siap siaga, buktinya saat kedatangan prajurit Mataram semua sudah siap menghadang. Perang sudah tidak bisa dihindari lagi. Maka terjadilah perang antara prajurit Mataram dan gerombolan Alap Alap. Perang nya sangat ramai sekali. Semua pada menggunakan senjata dan kekuatannya masing masing. Ada yang menggunakan aji jaya kawijayan tapi ada juga yang menggunakan senjata runcing seperti, pedang, keris, tombak, panah, dan sebagainya. Pertamanya prajurit Mataram menang tapi setelah Suro Panggah, sang Komandan tertangkap, maka para prajurit Mataram kabur saling bertabrakan berebut keselamatan. Suro Panggah ditangkap kemudian dipenjarakan di tempat gerombolan Alap Alap tadi. Prajurit Mataram yang selamat lalu menghadap Kanjeng Panembahan mengatakan kekalahan. Mendengar hal itu, tentu saja dia sedikit tercengang. Kanjeng Panembahan Senopati dengan sedikit marah lalu memutuskan bahwa dia yang akan maju perang sendiri. Mendengar keputusan itu, Ki Patih tidak bisa berbicara apa-apa lagi dan hanya bisa menyiapkan kebutuhan perang. Perang dimulai kembali. Sekarang perangnya semakin besar karena yang memimpin adalah orang yang di sembah oleh semua prajurit Mataram. Semangat prajurit mataram seperti banteng yang mengamuk kanan kiri menghabiskan musuh. Kanjeng Panembahan Senopati lalu menghadapi Pendekar Alap Alap. dua duanya ternyata sama saktinya. Ketika menendang Pendekar Alap Alap, Kanjeng Panembahan Senopati bicara, "Mati! Mati kamu!" Mungsuhnya, Pendekar Alap Alap ketika malas memukul sambil bicara, "modar! modar! modar kamu!" Karena ramainya perang itu, dari kejauhan terdengar suara Ti dan Dar. Mati, modar, mati, modar. Ti-dar. maka gunung tempat perang Kanjeng Panembahan Senopati mungsuh Pendekar Alap Alap itu sampai disebut gunung Tidar. Perang itu akhirnya di menangkan oleh Kanjeng Panembahan Senopati. Setelah perang, dia merasa lelah sekali, maka ia memerintahkan prajurit supaya di pijat. Kota dekat gunung Tidar disebut Mek Gel Lang (diemek-emek pegele ilang atau bahasa indonesianya dipegang-pegang pegalnya hilang). Jaman sekarang kota itu disebut kota Magelang.

artikel ini saya dapatkan dari buku : Sinau Basa Jawa, penerbit: Aneka Ilmu jika ada kesalahan dalam pengejaan atau penulisan kata, beritau saya lewat komen ya.. :)

0 komentar:

Posting Komentar